Di tengah derasnya arus modernisasi dan tren kuliner kekinian, ada satu camilan tradisional Indonesia yang tetap bertahan dan bahkan terus dicintai lintas generasi getuk. Jajanan berbahan dasar singkong ini merupakan warisan kuliner Nusantara yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan budaya yang kental.
Asal Usul dan Sejarah Getuk:
Getuk berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, khususnya populer di Magelang, Wonogiri, dan sekitarnya. Makanan ini dikenal sebagai camilan rakyat karena terbuat dari bahan yang murah dan mudah didapat, yaitu singkong atau ketela pohon. Dulu, ketika beras sulit didapat atau mahal, masyarakat menggunakan singkong sebagai sumber karbohidrat alternatif. Dari sinilah getuk lahir sebagai inovasi sederhana namun mengenyangkan.
Bahan Dasar yang Sederhana, Rasa yang Luar Biasa:
Bahan utama getuk adalah singkong yang dikukus hingga empuk, lalu ditumbuk atau dihaluskan. Setelah itu dicampur dengan gula (biasanya gula merah atau gula pasir), sedikit garam, dan kadang diberi kelapa parut agar semakin gurih. Ada dua jenis getuk yang paling dikenal masyarakat, yaitu:
Getuk Lindri:
Bentuknya memanjang seperti mie pipih, dibuat dengan menggunakan alat khusus dan biasanya disajikan dalam warna-warni menarik. Rasanya manis, lembut, dan biasanya diberi taburan kelapa parut kukus di atasnya.
Getuk biasa (getuk kasual):
Getuk jenis ini dibuat dengan cara menumbuk singkong yang sudah dicampur gula merah, sehingga warnanya kecokelatan. Biasanya disajikan dalam potongan kecil dan juga diberi taburan kelapa parut.
Rasa manis dari gula dan tekstur lembut dari singkong menjadikan getuk sebagai makanan yang mudah diterima oleh lidah siapa saja, dari anak-anak hingga orang tua.
Simbol Kesederhanaan dan Kearifan Lokal:
Getuk bukan hanya makanan, tetapi juga simbol kesederhanaan masyarakat desa, di mana apa yang tumbuh dari alam bisa diolah menjadi hidangan lezat tanpa bahan pengawet, tanpa pemanis buatan, dan tanpa proses rumit. Filosofinya jelas: makan itu tidak harus mahal untuk bisa bahagia.
Dalam banyak acara tradisional, seperti kenduri, syukuran, atau pertemuan warga, getuk sering dihidangkan bersama jajanan pasar lainnya seperti klepon, cenil, dan lupis. Kehadirannya menjadi penanda kebersamaan dan kekayaan budaya lokal.
Getuk di Era Modern:
Meski getuk merupakan jajanan tradisional, kini banyak pelaku usaha kreatif yang mencoba mengemas ulang getuk agar lebih menarik bagi generasi muda. Ada getuk dengan rasa cokelat, keju, bahkan matcha. Tak sedikit juga yang menjualnya dalam kemasan kekinian, lengkap dengan logo dan branding yang modern.
Bahkan, kota Magelang menjadikan Getuk Trio sebagai salah satu ikon kulinernya dibungkus rapi dan bisa dibawa sebagai oleh-oleh khas daerah.
Penutup:
Getuk adalah bukti bahwa kekayaan kuliner Indonesia tak lekang oleh waktu. Di balik kesederhanaannya, tersimpan rasa, nilai, dan sejarah yang dalam. Getuk bukan hanya camilan, tapi juga cerita tentang kreativitas, kebersamaan, dan rasa cinta pada tanah air.