Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang berkembang di wilayah Jawa Barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Tarumanegara sering disebut sebagai kerajaan yang membawa pengaruh Hindu ke Nusantara setelah Kutai. Informasi mengenai kerajaan ini diperoleh dari berbagai prasasti yang ditemukan di sekitar Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Banten, yang menyimpan catatan berharga tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Raja Purnawarman, yang dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah kerajaan ini. Purnawarman adalah raja ketiga, dan di bawah pemerintahannya, Tarumanegara mencapai masa keemasan. Menurut beberapa prasasti, seperti Prasasti Tugu, Purnawarman berperan besar dalam membangun infrastruktur kerajaan, termasuk penggalian saluran irigasi untuk meningkatkan hasil pertanian rakyat.
Nama "Tarumanegara" berasal dari kata "Tarum," yang merujuk pada Sungai Tarum (sekarang dikenal sebagai Sungai Citarum) yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Sungai ini sangat penting bagi Kerajaan Tarumanegara, karena di sepanjang sungai ini berpusat berbagai kegiatan ekonomi, keagamaan, dan pemerintahan.
Di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman, Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya. Purnawarman terkenal sebagai raja yang bijaksana dan berperan dalam memperkuat perekonomian dan keagamaan kerajaan. Purnawarman bahkan disebut sebagai penguasa yang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga Tarumanegara menjadi kerajaan yang disegani oleh kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Purnawarman juga aktif dalam pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, dalam Prasasti Tugu disebutkan tentang penggalian saluran Sungai Gomati dan Candrabhaga yang dilaksanakan pada masa pemerintahannya. Saluran ini membantu mengairi lahan pertanian, meningkatkan produksi pangan, dan mencegah banjir. Dengan infrastruktur ini, Tarumanegara menjadi pusat ekonomi yang kuat di Jawa Barat.
Beberapa prasasti penting ditemukan di wilayah bekas Kerajaan Tarumanegara, di antaranya:
Prasasti Tugu – Ditemukan di wilayah Tugu, Jakarta Utara, prasasti ini berisi catatan tentang pembangunan saluran Gomati sepanjang 6.122 tombak (sekitar 11 km) atas perintah Raja Purnawarman. Prasasti ini juga menyebutkan persembahan kepada para dewa setelah proyek tersebut selesai.
Prasasti Ciaruteun – Prasasti ini ditemukan di Ciaruteun, Bogor, dan merupakan salah satu prasasti terkenal karena adanya gambar telapak kaki Raja Purnawarman. Telapak kaki ini dianggap sebagai simbol kekuasaan dan legitimasi kerajaan.
Prasasti Kebon Kopi – Ditemukan di Bogor, prasasti ini memuat gambar sepasang telapak kaki gajah, yang diyakini sebagai simbol gajah milik dewa Wisnu. Prasasti ini mengindikasikan hubungan kuat antara Raja Purnawarman dengan agama Hindu dan kekuatan spiritual dewa.
Prasasti Jambu – Prasasti ini juga ditemukan di Bogor dan memuat informasi tentang kehebatan Raja Purnawarman sebagai penguasa yang kuat, seperti disebutkan dalam prasasti bahwa beliau adalah “raja yang gagah berani.”
Prasasti Cidanghiang – Ditemukan di Pandeglang, Banten, prasasti ini menyebutkan kehebatan Purnawarman sebagai raja yang adil dan bijaksana serta mampu melindungi rakyatnya dengan baik.
Prasasti-prasasti ini tidak hanya mencatat pencapaian dan kebijakan Raja Purnawarman, tetapi juga memberikan gambaran tentang kemajuan teknologi, terutama dalam hal pengelolaan air dan pertanian yang maju pada masa itu.
Sebagai kerajaan Hindu, Tarumanegara memiliki pengaruh agama Hindu yang kuat. Purnawarman, yang merupakan penganut Hindu yang taat, banyak membangun tempat ibadah dan melaksanakan upacara keagamaan. Dalam prasasti-prasasti yang ditinggalkannya, terlihat penggunaan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, yang menandakan adanya pengaruh kuat dari budaya India.
Simbol-simbol keagamaan, seperti telapak kaki yang melambangkan kekuatan dewa atau raja, menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap konsep kedewaan dan kekuatan spiritual. Selain itu, tarian, seni, dan upacara ritual juga berkembang seiring pengaruh Hindu di Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara mengalami kemunduran pada abad ke-7, kemungkinan besar karena pengaruh dari kerajaan-kerajaan baru yang muncul di Nusantara. Beberapa sejarawan menduga bahwa serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga dan migrasi kekuatan politik ke wilayah lain menyebabkan berakhirnya kekuasaan Tarumanegara.
Setelah kemunduran Tarumanegara, wilayahnya diduga diambil alih oleh Kerajaan Sunda. Hal ini didukung oleh beberapa catatan sejarah yang menunjukkan bahwa pada abad ke-8 hingga abad ke-16, wilayah Jawa Barat berada di bawah pengaruh Kerajaan Sunda.
Meskipun telah lama punah, pengaruh Tarumanegara tetap terasa di Jawa Barat, terutama dalam hal budaya dan adat istiadat masyarakat Sunda. Prasasti-prasasti yang ditemukan menjadi bukti penting yang memperkaya pengetahuan kita tentang perkembangan peradaban Hindu di Indonesia. Tarumanegara juga menjadi bukti awal peradaban yang terorganisir dengan baik di Jawa Barat, khususnya dalam bidang pertanian dan pengelolaan air.
Banyak tempat di Jawa Barat yang masih dihormati sebagai situs sejarah, seperti situs prasasti dan artefak lainnya yang dikelola dan dijaga oleh pemerintah. Peninggalan Tarumanegara telah menjadi bagian penting dalam studi sejarah Indonesia, terutama untuk memahami bagaimana kerajaan-kerajaan Hindu berkembang dan berinteraksi dengan budaya lokal di Nusantara.
Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan agama dan kebudayaan di wilayah Jawa Barat. Di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman, Tarumanegara mencapai masa kejayaan dengan infrastruktur yang mendukung kesejahteraan rakyatnya. Peninggalan berupa prasasti memberikan kita gambaran tentang kemajuan teknologi, pengelolaan air, dan kehidupan sosial masyarakat pada masa itu. Warisan Tarumanegara tetap dihormati hingga kini dan menjadi bagian penting dari sejarah Nusantara.