Sejarah Plastik Kresek di Indonesia dan Alternatifnya

Sejarah Plastik Kresek di Indonesia dan Alternatifnya

Plastik kresek atau kantong plastik sekali pakai sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Ringan, murah, dan praktis itulah alasan mengapa plastik kresek begitu populer sejak pertama kali digunakan secara massal. Namun di balik kepraktisannya, plastik kresek menyimpan masalah lingkungan yang besar. Artikel ini membahas asal-usul plastik kresek di Indonesia, dampaknya, serta alternatif yang mulai banyak dikembangkan.

Awal Mula Penggunaan Plastik Kresek di Indonesia:
Plastik kresek mulai dikenal luas di Indonesia pada era 1980-an. Saat itu, Indonesia sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang pesat. Industri ritel dan perdagangan modern mulai berkembang, dan plastik dianggap sebagai solusi kemasan paling efisien menggantikan kertas, daun, atau kantong kain yang dulu lazim digunakan di pasar tradisional.
Didorong oleh industri petrokimia yang berkembang dan biaya produksi yang murah, plastik kresek mulai menggantikan berbagai bentuk kemasan konvensional. Supermarket, warung, hingga pedagang kaki lima mulai menggunakan plastik untuk membungkus barang dagangan. Dari sinilah budaya “sekali pakai, buang” mulai terbentuk di masyarakat.

Dampak Lingkungan:
Meskipun praktis, plastik kresek menyumbang masalah besar bagi lingkungan. Plastik jenis ini tergolong sulit terurai secara alami, bahkan bisa bertahan di tanah atau laut selama ratusan tahun. Di Indonesia, penggunaan plastik kresek sangat tinggi diperkirakan mencapai 9,8 miliar lembar per tahun hanya di sektor ritel.
Sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik sering berakhir di sungai dan laut, mencemari ekosistem dan membahayakan kehidupan biota laut. Buruknya sistem pengelolaan sampah serta rendahnya kesadaran masyarakat memperparah situasi ini. Beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya, bahkan mengalami krisis sampah plastik yang berdampak langsung pada banjir dan pencemaran lingkungan.

Upaya Pengurangan dan Regulasi:
Melihat dampak tersebut, beberapa pemerintah daerah mulai mengambil tindakan. Misalnya, DKI Jakarta pada 2020 resmi melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan pasar modern. Kebijakan ini menjadi tonggak penting dalam pengurangan limbah plastik, meski masih menghadapi tantangan dalam implementasinya.
Pemerintah pusat juga telah mendorong penggunaan kantong ramah lingkungan melalui kampanye dan regulasi. Namun, perubahan budaya konsumsi membutuhkan waktu dan konsistensi.

Alternatif Ramah Lingkungan
Seiring meningkatnya kesadaran akan bahaya plastik kresek, berbagai alternatif mulai bermunculan, antara lain:
1. Kantong kain/tote bag
Dapat digunakan berkali-kali dan lebih tahan lama. Kini banyak tersedia dalam desain menarik dan mudah dibawa.
2. Kantong dari bahan daur ulang
Menggunakan plastik bekas atau limbah lainnya yang didaur ulang menjadi kantong baru. Lebih ramah lingkungan dibanding plastik baru.
3. Kantong berbahan alami
Terbuat dari singkong, jagung, atau rumput laut yang mudah terurai secara alami dan bahkan bisa larut dalam air.
4. Wadah bawa sendiri
Membawa tempat makan atau kotak belanja sendiri menjadi tren di kalangan konsumen sadar lingkungan.

Penutup:
Sejarah plastik kresek di Indonesia mencerminkan perjalanan industrialisasi dan modernisasi negara ini. Namun, dampaknya terhadap lingkungan tidak bisa diabaikan. Dengan semakin banyaknya alternatif ramah lingkungan dan dukungan regulasi, kini saatnya masyarakat mulai beralih dari kebiasaan lama menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Langkah kecil seperti membawa kantong sendiri saat berbelanja bisa menjadi kontribusi besar bagi bumi kita.

07 October 2025 | Informasi

Related Post

Copyright 2023 - Jasa Kami